28 November 2009

LANGKAH - LANGKAH Awal MEMBANGUN Bisnis

Geliat dunia entrepreneurship di negeri ini sangat membanggakan. Banyaknya pebisnis baru yang bermunculan, saya yakin bisa semakin memakmurkan negeri tercinta ini. Bagi Anda yang saat ini belum terjun ke dunia bisnis Anda sendiri, dan punya keinginan kuat untuk memulai usaha mandiri sebagai seorang entrepreneur sejati, tapi masih bingung bagaimana cara memulainya, maka diperlukan sebuah perubahan mindset pegawai menjadi mindset entrepreneur.

Saya coba tuliskan hal-hal yang Anda perlukan untuk mulai membentuk mindset entrepreneur di dalam diri Anda, sehingga Anda nantinya bisa benar-benar terjun menjadi seorang entrepreneur sejati…dengan sepenuh hati…yang tidak pernah mati…haalah…hehehe.

Langkah awal, tentu saja Anda harus punya Perencanaan Bisnis. Ini memang kelihatannya klise, tapi ingatlah, TIDAK ADA SUKSES TANPA PERENCANAAN. Setiap kesuksesan, pasti sudah ada perencanaan sebelumnya. Jangan percaya omongan yang mengatakan bahwa sukses bisa diraih tanpa rencana, atau jalani hidup apa adanya seperti air mengalir…meskipun yang bicara itu adalah orang yang sudah dikenal sangat sukses sekalipun. Jangan Percaya! Logikanya, ALLAH saja sangat merencanakan kehidupan manusia di bumi ini sampai di akhirat nanti, ya toh? Lha kita ini kalau hidup tanpa punya perencanaan sama sekali, itu namanya kebangetan.


Ok, jadi jika Anda ingin menjadi entrepreneur, sebaiknya dan seharusnya Anda menuliskan RENCANA BISNIS Anda, yang berisi outline tujuan dan sasaran bisnis, serta rencana tindakan bagaimana Anda meraih tujuan dan sasaran bisnis Anda itu. Selanjutnya coba lakukan beberapa hal di bawah ini:
Tulislah Garis Besar Konsep Bisnis Anda.

• Tentukan Visi dan Misi Bisnis Anda.

Tentukan produk atau jasa bisnis Anda, yang akan ditawarkan, misalnya: menjual eceran, menjual secara grosir, menjadi konsultan, menjadi produsen, atau kombinasi dari semua bentuk bisnis yang disebutkan tadi.

Tentukan, apakah Anda akan mengembangkan sendiri bisnis Anda, membeli bisnis yang sudah ada, atau membeli Franchise.

Tentukan pasar umum yang akan diraih, ini berkaitan dengan rencana pemasaran bisnis Anda.

Perkirakan biaya pembukaan bisnis Anda.

Kenali sumber daya manusia dan sumber pendanaan yang Anda miliki.

Kenali kekurangan Anda atau hal yang tidak Anda miliki, dan susun rencana untuk memperbaiki dan mengatasinya.

Putuskan, apa yang Anda inginkan dari bisnis ini, di saat sekarang maupun di masa depan.

Saat Anda menuliskan Perencanaan Bisnis ini, Anda harus melakukannya dengan PASSION, penuh hasrat membara di segenap lahir dan batin Anda. Bukan sekedar menulis dengan bagus saja, yang tanpa perasaan emosi. Anda harus memberikan ruh spirit entrepreneur pada saat menyusun rencana bisnis Anda itu. Hayati itu dengan segenap perasaan lahir dan batin Anda.
Anda harus yakin dengan apa yang Anda coba untuk meraihnya di dalam bisnis Anda nanti. Tanpa keyakinan, maka Anda akan menemui kesulitan untuk mencapai tujuan bisnis Anda, bahkan Anda bisa saja berhenti sebelum melangkah dan mundur sebelum melangkah maju.
Terakhir! Jika Anda sudah termotivasi dan punya passion untuk membangun bisnis Anda sendiri, maka segera lakukan tindakan untuk memwujudkan bisnis Anda itu! Jangan sekedar menuliskan rencana bagus saja. Langsung ACTION saja. Ayoo mulai berbisnis sendiri!

Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano


27 November 2009

Kisah Sukses Purdi E. Chandra, Pendiri Bimbel Primagama

Lewat Bimbingan Belajar Primagama, Purdi berhasil menjadi pengusaha sukses. Untuk meraih impiannya Purdi berhenti kuliah. Akhirnya ia berhasil juga mendapatkan gelar dari lembaga pendidikan yang dibentuknya sendiri.

Sosok Purdi E. Chandra (45) kini dikenal sebagai pengusaha yang sukses. Lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel) Primagama yang didirikannya bahkan masuk ke Museum Rekor Indonesia (MURI) lantaran memiliki 181 cabang di 96 kota besar di Indonesia dengan 100 ribu siswa tiap tahun. Apa resep suksesnya sehingga Primagama kini menjadi sebuah holding company yang membawahi lebih dari 20 anak perusahaan? Purdi membeberkannya dalam wawancaranya dengan Ummi.

Lego motor, berhenti kuliah
Bukan suatu kebetulan jika pengusaha sukses identik dengan kenekatan mereka untuk berhenti sekolah atau kuliah. Seorang pengusaha sukses tidak ditentukan gelar sama sekali. Inilah yang dipercaya Purdi ketika baru membangun usahanya.

Kuliah di 4 jurusan yang berbeda, Psikologi, Elektro, Sastra Inggris dan Farmasi di Universitas Gajah Mada (UGM) dan IKIP Yogya membuktikan kecemerlangan otak Purdi. Hanya saja ia merasa tidak mendapatkan apa-apa dengan pola kuliah yang menurutnya membosankan. Ia yakin, gagal meraih gelar sarjana bukan berarti gagal meraih cita-cita. Purdi muda yang penuh cita -cita dan idealisme ini pun nekad meninggalkan bangku kuliah dan mulai serius untuk berbisnis.

Sejak saat itu pria kelahiran Punggur, Lampung Tengah ini mulai menajamkan intuisi bisnisnya. Dia melihat tingginya antusiasme siswa SMA yang ingin masuk perguruan tinggi negeri yang punya nama, seperti UGM.

Bagaimana jika mereka dibantu untuk memecahkan soal-soal ujian masuk perguruan tinggi, pikirnya waktu itu. Purdi lalu mendapatkan ide untuk mendirikan bimbingan belajar yang diberi nama, Primagama.

”Saya mulai usaha sejak tahun 1982. Mungkin karena nggak selesai kuliah itu yang memotivasi saya menjadi pengusaha,” kisah Purdi. Lalu, dengan modal hasil melego motornya seharga 300 ribu rupiah, ia mendirikan Bimbel Primagama dengan menyewa tempat kecil dan disekat menjadi dua. Muridnya hanya 2 orang. Itu pun tetangga. Biaya les cuma 50 ribu untuk dua bulan. Kalau tidak ada les maka uangnya bisa dikembalikan.

Segala upaya dilakukan Purdi untuk membangun usahanya. Dua tahu setelah itu nama Primagama mulai dikenal. Muridnya bertambah banyak. Setelah sukses, banyak yang meniru nama Primagama. Purdi pun berinovasi untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikannya ini.

”Sebenarnya yang bikin Primagama maju itu setelah ada program jaminan diri,” ungkapnya soal rahasia sukses mengembangkan Bimbel Primagama. “Kalau ikut Primagama pasti diterima di Universitas Negeri. Kalau nggak uang kembali. Nah, supaya diterima murid-murid yang pinter kita angkat jadi pengajar. Karena yang ngebimbing pinter, ya 90% bisa lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri,” lanjutnya.

Mengembangkan sistem waralaba
Karena reputasinya Bimbel Primagama makin dikenal di Kota Pelajar, Yogya. Purdi tak cepat berpuas diri. Ia ingin mengembangkan cabang Primagama di kota lain. Mulailah cabang-cabang Primagama bermunculan di Bandung, Jakarta dan kota besar lain di Indonesia.

Purdi juga berinovasi mengembangkan sistem franchise atau waralaba (pemberian hak pada seseorang dalam penggunaan merek untuk menjalankan usaha dalam kurun waktu tertentu). Di Pekanbaru, Sampit ( Kalimantan Tengah) dan Tangerang telah dibuka cabang dengan sistem ini. Menurutnya sistem ini sangat tepat untuk dikembangkan sebab usaha bisa berkembang tanpa harus menyiapkan dana sendiri.

”Sistem ini lebih menguntungkan untuk mengembangkan usaha kita daripada cara yang lainnya. Selain tak perlu merogoh kocek untuk investasi lagi ternyata keuntungan sebagai pemilik merek cukup besar. Yang jelas orang lain membayar merek dan royalti tiap bulannya pada kita,” jelas ayah dari Fesha dan Zidan ini.

Purdi yakin merek lokal bisa berkembang dengan sistem ini dan bukan terbatas pada produk makanan saja. Jika merek lokal bisa masuk bisnis waralaba bukan tidak mungkin akan menjadi produk ini bisa jadi produk global seperti McDonald. Namun ia menyayangkan di Indonesia belum ada lembaga yang menyiapkan sistem waralaba mulai dari persiapan awal hingga jadi.

Pengusaha yang berani
Keberanian adalah salah modal wirausaha. Purdi menyatakan seorang wirausaha harus berani mimpi, berani mencoba, berani merantau, berani gagal dan berani sukses. Lima hal ini adalah hasil dari pengalamannya selama ini.

Sejak dini Purdi sudah dididik berjiwa usaha. Di bangku SMP ia sudah beternak ayam dan bebek, kemudian menjual telurnya ke pasar. Purdi bermimpi kelak ia akan menjadi pengusaha sukses.

Berani mimpi menurut Purdi adalah cetak biru dari sebuah visi ke depan seorang wirausaha. Mimpi itu akan mensugesti seseorang untuk berhasil dan mengerahkan semua kemampuannya untuk mencapai visinya. Mimpi ini pula akan memotivasi bawahannya dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih dinamis.
Orang yang memiliki mimpi besar dicontohkan Purdi adalah Bill Gates yang bermimpi kelak di semua rumah di dunia akan memiliki computer. Atau juga Michael Dell yang bermimpi mengalahkan perusahaan komputer raksasa IBM. Mereka ini menurut Purdi orang yang yakin mimpinya akan jadi kenyataan dengan kerja keras.

”Orang itu tidak pernah gagal, hanya saja dia berhenti mencoba,” tukas pria yang mendapatkan gelar dari lembaga pendidikan yang dibentuknya sendiri. Purdi mengingatkan jika seorang ingin berhasil dalam bisnis harus berani mencoba. Situasi sulit justru membuat seorang wirausaha semakin tertantang.

Soal merantau, Purdi muda sudah berani meninggalkan kota kelahirannya dan mencoba mandiri dengan bersekolah di salah satu SMA di Yogyakarta. Ibunya, Siti Wasingah dan ayahnya, Mujiyono, merestui keinginan kuat anaknya untuk mandiri. Dengan merantau Purdi merasa tidak tergantung dan bisa melihat berbagai kelemahan yang dia miliki. Pelan-pelan berbagai kelemahan itu diperbaiki oleh Purdi. Hasilnya, Ia mengaku semakin percaya diri dan tahan banting dalam setiap langkah dalam bisnisnya.

Gagal dan berhasil ada dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Namun, bagaimana menyikapi sebuah kegagalan itu yang penting. Baginya, pengalaman gagal dapat dipergunakan untuk menemukan kekuatan baru agar bisa meraih kesuksesan kembali.

Mungkin saja kegagalan itu datang untuk memuliakan hati kita, membersihkan pikiran kita, memperluas wawasan kita, membersihkan pikiran kita dari keangkuhan dan kepicikan, serta untuk lebih mendekatkan diri kita pada Tuhan, kata pria yang mengaku pernah 10 kali gagal saat membuat restoran Padang.

BODOL, BOTOL dan BOBOL
Purdi mengaku punya resep manjur bagi yang ingin berwirausaha, yaitu BODOL, BOTOL dan BOBOL. Mungkin masih kedengaran aneh di telinga, namun ia meyakinkan bahwa resep ini berguna bagi yang merasa ragu-ragu dan terlalu banyak perhitungan dalam berusaha yang malah menghambat rencana mereka untuk berwirausaha.

Jika orang bingung ketika memulai bisnis karena tak punya modal, menurut Purdi gunakan saja resep BODOL yaitu Berani, Optimis, Duit, Orang Lain. Dalam bisnis diperlukan keberanian dan rasa optimis. Jika tidak punya uang tidak ada salahnya pinjam duit orang lain. Pasti ada orang yang mau membiayai bisnis yang akan kita jalankan jika memang prospektif.

Kalau kita punya duit dan modal tapi tidak ahli di bidang bisnis, gunakan jurus BOTOL, tukas Purdi. Berani, Optimis, Tenaga, Orang Lain. Jika kita punya modal, kenapa tidak kita serahkan pada yang ahli di bidangnya sehingga bisnis tetap berjalan. Pendeknya kita tak harus menggunakan tenaga sendiri untuk menjalankan bisnis.

Resep terakhir adalah jurus BOBOL. yaitu Berani, Optimis, Bisnis, Orang, Lain. Ini dikeluarkan jika ide bisnis pun tak ada maka kita bisa meniru bisnis orang lain tambah Purdi. Ibaratnya, bisnis adalah seperti masuk ke kamar mandi yaitu dengan tidak banyak berpikir. Jika di kamar mandi airnya kurang hangat, semua bisa diatur hingga sesuai dengan keinginan kita.

Enterpreuner University, kuliah tanpa gelar
Semua orang bisa jadi wirausahawan, ucap suami Triningsih Kusuma Astuti ini yakin. Memang yang paling baik ditanamkan pendidikan enterpreuner ini sejak kanak-kanak di dalam keluarga. Sebab, anak akan merekan semuanya dalam memorinya dan selanjutnya akan menjadi pola pikir dan cara perilaku anak di masa depannya. Namun, itu bukanlah hal-hal penentu keberhasilan. Begitu pula dengan faktor usia, kaya-miskin, jenius atau tidak, juga gelar formal, kata pria yang juga menjadi dosen tamu di beberapa universitas ini.

”Untuk menjadi pengusaha tak perlu pintar dan memiliki embel-embel gelar. Sebab jika terlalu pintar justru malah akan berhitung dan melihat banyak resiko yang harus dihadapi sehingga nyalinya malah ciut. Bayangkan anda kuliah Magister Manajemen (MM) di UI anda harus bayar 50 juta. Selesai kuliah mungkin anda merasa tidak punya uang,” katanya lagi.

Keprihatinannya terhadap iklim bisnis di Indonesia menyebabkan Purdi harus melakukan sesuatu. Tampilah ia sebagai bagian dari politisi yang manggung di Senayan sampai tahun ini. Keinginannya adalah merubah pola pendidikan saat ini yang berorientasi menjadi pekerja bukan pengusaha. Seharusnya, menurut pria yang pernah menjadi ketua Himpunan Penguasaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang Yogya ini, ada alternatif lain dalam sistem pendidikan kita. Paling tidak anak-anak diajarkan untuk berwira usaha. Sayangnya idenya tidak mendapat tanggapan.

”Saya merasa adanya universitas untuk mencetak pengusaha baru itu penting. Kalau perlu universitas ini tidak perlu menggunakan aturan formal, tanpa status,tanpa akreditasi, tanpa dosen, tanpa ijazah dan tanpa gelar. Wisudanya pun dilakukan saat mahasiswa benar-benar membuka usaha,” ujar pria yang menerima Enterprise 50 dari Anderson Consulting dan Majalah Swa ini serius.

Idenya ini diwujudkan dengan membentuk Enterpreuner University (EU). Dengan dibimbing langsung oleh Purdi, EU kini telah memiliki 37 angkatan. Di sana tak ada nilai, ijazah maupun gelar. Menurut Purdi masyarakatlah yang berhak menilai pengusaha itu memiliki kredibilitas atau tidak, sukses atau tidak. Hal ini berbeda dengan pendidikan yang memberlakukan ujian tapi tidak membolehkan siswanya mencontek.

Dalam dunia riil bisnis, yang namanya bertanya sah-sah saja. Menyontek usaha orang lain juga boleh saja. Meniru kiat sukses pengusaha lain juga silahkan. Nggak ada yang melarang, Purdi beralasan.

Di EU yang hanya memakan waktu 6 bulan dan kuliah seminggu 2 kali ini, Purdi mengkonsentrasikan pendidikannya pada pengembangan kecerdasan emosional, spiritual, mempertajam kreativitas dan intuisi bisnis mahasiswanya. Materinya pun seputar nilai-nilai kewirausahaan seperti pantang menyerah, kreatif dan inovatif, semangat tinggi, berani dan jeli melihat peluang usaha. Purdi yakin kelak EU akan mencetak pengusaha-pengusaha baru yang akan menggiatkan iklim investasi di Indonesia.

Sumber : yukbisnis.com


25 November 2009

Haruskah sebuah produk di beri MEREK ?

Dalam memasarkan sebuah produk atau layanan jasa berhubungan erat dengan apa yang disebut MEREK. Andaikan suatu waktu anda kehausan dan pada saat itu anda melihat sorang penjual minuman dibuah kedai, yang menjual berbagai minuman, baik dalam kemasan ataupun yang diracik ditempat dan anda berniat membeli sebotol minuman dingin, apapun itu. Kira-kira apa yang akan anda tanyakan kepada si penjual minuman tersebut? tentu anda akan menyebutkan “MEREK” yang anda inginkan bukan?

Jadi, sebetulnya, apa fungsi MEREK itu?

Ahli pemasaran, Hermawan Kartajaya pada seminar bertema: “Menaklukkan Pasar Dunia: Membangun dan Melindungi Merek“, di Gedung Departemen Perindustrian, Jakarta selatan (Selasa, 13/05/2008), mengatakan bahwa, “Merek sebuah barang atau jasa sangat erat hubungannya dengan pemasaran. Makanya, tanpa merek, barang atau jasa menjadi tidak jelas identitasnya“.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Fungsi merek merupakan “Identitas”, dimana Identitas ini merupakan faktor pembeda antara suatu produk / jasa dengan produk/ jasa lainnya. Merek disini yang membedakan “nilai jual” sebuah produk, meskipun berasal dari bahan baku yang sama.


Contoh:
Jika anda pemain konveksi, mungkin pernah bekerjasama dengan perusahaan garmen besar dan “punya nama”, katakanlah namanya ABCDEF. Disini anda memproduksi sebuah kemeja/ kaos tanpa merek, yang jika dijual dihargai pasar senilai Rp.50.000/ pcs. Tatapi, perusahaan garmen besar ABCDEF tadi memesan kemeja/ kaos dari anda tanpa merek dan oleh perusahaan tersebut kaos/ kemeja tersebut di beri sebuah “MEREK” mereka, dan bisa dijual di pasaran senilai Rp. 150.000 / pcs.

Jadi, sebenarnya, apakah yang dibeli konsumen? Baju atau Merek-nya?
Sebenarnya yang dibeli konsumen adalah sebuah merek. Fungsi merek disini adalah “faktor pembeda”, antara suatu produk dengan produk lainnya, walaupun bahan, warna, dan kualitasnya sama.

Selain faktor pembeda, ternyata merek disini juga memberikan “value” yang berbeda pula, baik dengan produk yang tidak diberi merek atau produk dengan merek lain.
“Seringkali orang tidak sadar bahwa merek adalah bagian penting dari marketing. Buat apa produk bagus tetapi tidak diikuti dengan merek yang kuat,” ujar Hermawan. Lebih lanjut hermawan mengatakan, “keberadaan merek tak ubahnya dengan jati diri sebuah barang atau jasa. Apalagi bagi pengusaha yang memang ingin bersaing di pasar global, merek menjadi suatu pegangan dalam pemasaran barang atau jasa“.

“Jika pengusaha ingin mencari pelanggan yang setia, biasanya diperlukan merek. Tapi kalau ingin sekedar jualan, ya tidak perlu merek,” ujar Hermawan lagi. Menurut Hermawan, harus ada kesadaran yang kuat dari para pelaku bisnis di Indonesia untuk mendaftarkan merek barang atau jasa yang dihasilkan. Karena, kelalaian itu menjadi makanan empuk bagi pengusaha di luar negeri untuk mencuri Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI). “Jadi, kalau sebuah produk belum mendapatkan sertifikat HaKI, jangan marah kalau produk tersebut di gunakan oleh orang-orang dari negara *Maxxxxxx,” tegas Hermawan.

Direktur Merek Departemen Hukum dan HAM, Ahmad fauzan, mengakui bahwa pemerintah hanya melindungi barang dan jasa yang merek-nya sudah didaftarkan. “Berdasarkan ketentuan hukum, siapa yang mendaftar, dia yang dilindungi,” katanya. Menurut Ahmad, biaya pendaftaran merek tidak mahal, yaitu Rp 450.000. Makanya tidak ada alasan bagi pengusaha untuk tidak mendaftarkan mereknya.

www.yukbisnis.com

23 November 2009

Reza, Tutup Kloset Kuasai 18 Negara

Tahun 1998 lalu, Fernanda Reza Muhammad terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan kontraktor asing tempatnya bekerja karena terkena krisis moneter.

Karena itu, Reza memutar otak untuk mencari mata pencaharian baru. Ahirnya, dengan modal Rp 40 juta, dia mendirikan Deco Resion (DR), dan mulai memproduksi penutup kloset berbahan resin yang bening, sehingga di dalamnya bisa diberi hiasan kerang. Sebagai tempat kerja, Reza menggunakan tempat kosnya di Surabaya untuk memproduksi tutup kloset. "Saya hanya ingin mendirikan suatu perusahaan yang unik dan belum digeluti banyak orang," kata Reza.

Setelah itu, Reza menghubungi pabrikan perlengkapan kamar mandi terkemuka di Australia, Loo with a View melalui internet. Dia berhasil memikat Loo dengan menawarkan harga murah 50 dollar Australia. Sedangkan produk serupa di Australia mencapai 225 dollar Australia.


Enam hari kemudian, Loo mengirim tenaga kontrol kualitas ke DR sekaligus mengajarkan proses pembuatan tutup kloset dari bahan resin. Tidak hanya itu, Loo juga memesan satu kontainer (isi 900-1.000 buah tutup kloset). Penjualannya ke pasar ekspor khususnya Australia dan Inggris mendapat respon positif dan terus meningkat.

Sukses Reza menarik distributor asal Singapura, In Trade Consultacy (ITC) yang menawarkan kerjasama, Reza dan DR-nya memproduksi, sedangkan pemasarannya diurus ITC. Dibawah bendera baru, yakni ITC Asia Pasific, produksi perusahaan meningkat tajam menjadi dua kontainer per bulan dan tenaga kerjanya 50 orang.

Negara jajahannnya pun semakin luas merambah hingga 18 negara didunia, termasuk negara-negara kaya Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, dan Bahrain dengan nilai 140 ribu per bulan. "Saat itu kami mengalami masa-masa keemasan," ujar pria usia 37 tahun ini.

Namun tahun 2003 pasar ITC menyusut karena terimbas dampak bom WTC dan bom bali I. Reza terpaksa melakukan efisiensi besarr-besaran, mengurangi kapasitas beberapa line produknya, dan mengurangi tenaga kerjanya hingga tinggal 10 orang. "Saat itu benar-benar masa sulit bagi saya. Namun, saya mencoba bangkit, pokoknya harus survive," kata alumni S2 Universitas Erlangga ini.

Reza harus berjuang keras untuk meraih masa kejayaannya kembali. Dia rajin mengikuti pameran internasional, melakukan personal selling, mengunjungi klien di negara tujuan, dan menggencarkan public relations. "Setidaknya saya tetap survive hingga kini. Dalam sebulan saya bisa menyelesaikan order 3 kontainer," ujar Reza.

Namun, bukan berarti semua kendala telah sirna. Reza mengaku, saat ini harga bahan baku terus melonjak dan keinginan pasar selalu berubah. Selain itu, pemadaman listrik yang dilakukan PLN akhir-akhir ini membuatnya terpaksa menelan kerugian. Pasalnya, ujar Reza, ketika produksi sedang berjalan tiba-tiba listrik mati sehingga menggagalkan proses produksi.

"Saya pernah diklaim konsumen gara-gara terlambat menyelesaikan order gara-gara listrik di tempat produksi mati tiga kali dalam satu minggu. Ya, sebaiknya pemerintah memperhatikan hal ini," kata Reza.

Kedepan, Reza ingin mengembangkan pemasaran produknya ke dalam negeri untuk menambah jaringan pemasaran. Menurut Reza, era sekarang bukan siapa yang besar yang bisa menguasai pasar, melainkan siapa yang cepat yang bisa menguasai pasar.

kompas.com


21 November 2009

Mengubah Prospek Menjadi Pelanggan

Oleh : John Y. Rusly -- www.bukudiary.com

Krisis kembali mengadang. Kue pasar mengecil, biaya operasi perusahaan membengkak. Semua hal ini menekan profit margin perusahaan. Banyak perusahaan berjuang, sekedar untuk bertahan hidup. PHK terjadi dimana-mana. Apa yang bisa kita lakukan?

Sebagai business owner, tugas Anda hanya satu; membawa perusahaan Anda selamat dari badai krisis ini!

Pelanggan yang ada sekarang mungkin telah mengurangi jumlah pembeliannya atau bahkan telah berhenti membeli. Kita harus mencari prospek baru dan merubahnya menjadi pelanggan.

Ada beberapa taktik yang dapat Anda gunakan untuk men-convert prospek menjadi pelanggan. Salah satu senjata lama, adalah fokus pada pelanggan yang mau membeli, yang meminta Anda menghubunginya kembali.


Pada saat Anda melakukan wawancara penjualan, baik secara temu muka atau melalui telepon, sering sekali prospek/pelanggan meminta Anda menghubungi mereka kembali. Alasannya mungkin mereka belum siap saat ini, stock masih ada, yang berwewenang tidak ditempat, dana belum ada, perlu diskusi dengan suami/istri dan sebagainya.

Yang pasti, dengan meminta Anda menelpon kembali; prospek Anda sebenarnya BERMINAT membeli! Tetapi tidak pada saat ini!
Kenyataan pahit yang terjadi, kita lupa untuk menghubungi mereka kembali tepat waktu. Ketika kita tiba-tiba teringat, segalanya telah terlambat. Prospek tersebut telah membeli pada pesaing kita.

Kelupaan ini dapat saja terjadi pada semua staf lapangan Anda; salesman Anda, staf Admin Anda, telesales Anda. Bayangkan betapa banyaknya potensi penjualan yang menguap sia-sia.

Sebenarnya, ada tiga langkah mudah untuk mengingat prospek yang berMINAT;
1. Siapkan sebuah Buku Agenda 2009 – Standard, untuk setiap staf Anda.
2. Pada saat wawancara, di kala prospek meminta Anda untuk menghubungi mereka kembali, segera catat nama pelanggan pada tanggal dan jam yang sesuai di buku Agenda Anda.
3. Hubungi prospek/pelanggan Anda pada hari dan jam yang diminati mereka!

Dengan melakukan tiga langkah sederhana ini, Anda dapat menambah banyak pelanggan baru.

www.tangandiatas.com

20 November 2009

Strategi Harga Dalam Marketing

Harga selalu dianggap sebagai hal penting dalam strategi marketing, seperti fokus pada promosi atau iklan. Namun, strategi harga, bisa memberikan dampak yang besar pada sales dan (yang lebih penting) profit.

Harga adalah apa yang dibayar oleh customer dan/atau apa yang dibayar oleh konsumen akhir atas produk atau jasa. Dalam hal produk tidak langsung terjual ke end user, harga selalu dianggap sebagai "grosir" dan "retail". Jika alur distribusi tersebut panjang (seperti ada manufaktur, broker/distributor, retailer, dan end user), mark-up ganda bisa terjadi antara harga grosir dan ritel.

Strategi harga yang optimal akan tergantung lebih dari sekedar biaya Anda. Faktor-faktor dalam bisnis Anda seperti kompetitor, supplier, dan ketersediaan barang pengganti, serta customer juga turut andil. Positioning (bagaimana Anda ingin diterima oleh target audien) juga merupakan pertimbangan.

Strategi Harga
Ada berbagai ragam strategi harga. Masing-masing strategi digunakan di situasi yang berbeda. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan ketika memilih strategi terbaik adalah biaya Anda; sales jangka pendek dan panjang serta target profit; aktfitas kompetitorl dan nilai life time kustomer. Beberapa strategi harga adalah:


a. Cost plus mark-up. Disini, Anda menentukan profit yang ingin Anda dapatkan sebelum menentapkan harga. Pahami biaya Anda dan nilai jual Anda adalah biaya ditambah dengan angka profit yang sudah ditetapkan. Pendekatan ini membantu Anda untuk fokus pada profit, tapi juga bisa menyebabkan harga diluar harapan kustomer dan harga kompetitor.

b. Competitive pricing. Dalam competitive pricing, Anda melihat harga yang dikenakan kompetitor dan menggunakannya sebagai benchmark untuk menetapkan harga produk Anda. Strategi positioning Anda dan kompetitor akan menentukan apakah harga Anda setara, sedikit dibawahnya, atau sedikit diatas pesaing.

c. Price skimming. Teknik ini digunakan jika Anda menawarkan produk yang unik dengan sedikit atau tanpa pengganti. Harga yang ditentukan tinggi, sehingga memberikan margin yang tinggi bagi penjual. Pembelinya adalah mereka yang mau membayar karena prestise atau keunikan produk tersebut. Dalam hal produk kebutuhan pokok, customer tidak memiliki pilihan lain. Seringkali, price skimming adalah strategi jangka pendek saat kompetitor membawa produknya, harganya diturunkan. Dalam kasus kebutuhan sehari, apakah kebutuhan tersebut berlebih (garam saat badai es, misalnya) atau kekurangan bersifat sementara. Sebelum mempertimbangkan teknik ini, sadari jika kustomer merasa Anda memanfaatkan mereka, Anda membangun "niat buruk" bagi usaha Anda.

d. Penetration pricing. Ini lawan dari price skimming. Harga ditentukan dibawah biaya dengan tujuan mendapatkan market share yang besar. Karena penetration price tidak mencakup biaya, ini juga strategi sementara. Karena strategi ini menguntungkan, kustomer harus bersedia membayar harga normal, harga yang lebih tinggi.

e. Loss leader. Disini, harga satu atau lebih produk dibawah biaya untuk menarik kustomer. Anda berharap customer akan membeli produk lain yang menguntungkan dari Anda. Strategi ini biasanya diterapkan sabagai bagian dari promosi jangka pendek.

f. Close out. Ini adalah langkah cerdik untuk menghabiskan produk yang bergerak lambat atau kelebihan produk di inventori. Anda menjual inventori dengan diskon besar untuk menghindari penyimpanan atau kelangkaan produk. Barang-barang akhir musim, makanan yang hampir kadaluwarsa, dan software versi lama atau buku cetakan adalah contoh barang-barang close out.

g. Multiple unit pricing. Disebut juga dengan diskon kuantitas. Kustomer mendapatkan potongan harga atas pembelian dalam jumlah besar.

h. Membership atau trade discounting. Disini, beberapa pelanggan (yang Anda kenal sebagai pelanggan setia) diberikan status elit, memberikan mereka hak istimewa untuk mendapatkan diskon pembelian mereka. Status ini bisa berdasarkan kedudukan, kenggotaan dalam organisasi, atau kriteria lainnya.

i. Variable pricing. Strategi ini, kustomer yang berbeda membayar harga yang berbeda. Seringkali strategi ini digunakan untuk pekerjaan proyek. Masing-masing proyek memiliki karakter yang unik, begitu juga harga pekerjaannya. Dalam kasus lain, harga dinego dengan masing-masing kustomer (contohnya mobil).

j. Versioning. Menawarkan produk yang sama dengan tingkat fungsi yang berbeda. Masing-masing level diberi harga yang berbeda dan didalamnya termasuk serangkaian atribut yang berbeda. Perusahaan software dan Web hosting seing menggunakan strategi ini. Versi trial atau basic biasanya ditawarkan dengan harga yang sangat murah bahkan gratis. Versi upgrade tersedia dengan harga yang lebih tinggi.

k. Bundling. Disini, beberapa item dijual bersamaan dengan harga dibawah jika dibeli secara terpisah. Dengan bundling item populer dengan produk yang kurang dikenal, Anda bisa meningkatkan penjualan. Sebagai tambahan, dalam hal penyimpanan barang, Anda bisa menghindari close out.

Dampak Internet dalam strategi harga
Terlepas dari menentukan strategi harga, web juga memberikan pengaruh besar dalam pemilihan strategi harga yang tepat, dengan memungkinkan kustomer mendapatkan informasi yang memadai dan lebih vokal.
Ada berbagai forum dan diskusi dimana para member bergai pengalaman dengan provider. Misalnya, kustomer Anda di Paris bisa melakukan komplain atau memuji kustomer potensial Anda di St. Louis. Artinya, kustomer tidak hanya membuat keputusan yang lebih baik sebelum membeli, tapi juga informasi yang tersebar (baik pujian dan komplain) setelah pembelian. Untuk alasan-alasan tersebut, Web menjadi lebih penting dimana Anda tetap dengan harga yang kompetitif dibandingkan kompetitor dan menjaga praktek harga yang fair.

***
Oleh: Bobette Kyle
Sumber: http://www.WebSiteMarketingPlan.com

17 November 2009

Bodol, Botol, dan Bobol

Ada satu pertanyaanyang menarik untuk kita simak dari seorang peserta Entrepreneur University angkatan ketiga di Jakarta beberapa waktu lalu. “Kenapa sih Pak, saya tak punya keberanian dalam berbisnis. Rasanya sulit sekali. Apalagi saya cukup punya duit, keahlian dan ide bisnis. Apa mungkin saya bisa berbisnis?” ujarnya. Saya yang ditanya soal masalah yang satu ini, sambil bercanda balik bertanya.”Apakah Bapak ketika masuk kamar mandi juga harus berpikir lebih dahulu satu atau dua jam sebelumnya?”, tanya saya. Dia agak terkejut mendengarnya, pikirnya kok aneh pertanyaan saya ini. “Ah…nggak perlu saya pikir dong, pak. Masak masuk kamar mandi saya harus pikir dulu satu atau dua jam sebelumnya. Wah, Bapak ini gimana sih,” jawabnya bersemangat. Mendengar jawaban spontan itu, serentak peserta yang sebagian besar ibu rumah tangga, karyawan, pensiunan, dosen, dan bahkan ada yang bergelar master serta docktor itu tertawa lepas. “ Yah, seperti itulah, kalau kita mau bisnis, “ jawab saya singkat. ”Enggak usah terlalu dipikir-pikir.”

Saya berpendapat, kenapa energi kita hanya untuk berpikir dan berpikir terus mau bisnis apa, tapi tidak ada wujudnya. Saya kira, kalau kita mau bisnis saja sudah terlalu banyak dipikir, bisa saja bisnis itu tidak akan terwujud. Padahal mungkin kita ada keinginan jadi pengusaha. Oleh karena itulah, kita harus memiliki keberanian untuk memiliki bisnis apapun yang kita inginkan. Misalnya saja, ketika kita memulai bisnis tapi menghadapi kendala tak punya modal, nggak usah bingung pakai saja jurus BODOL. Apa itu Bodol? Saya singkat dari kata”Berani, Optimis, Duit, Orang, Lain?. Maksud saya, dalam bisnis kita harus punya keberanian . Kita harus optimis. Nah, kalau enggak punya duit, kita bisa’pakai’ atau pinjam duitnya orang lain. Saya yakin, asal bisnis kita jelas, dan punya prospek bagus, pasti ada saja orang yang meminjamkan duit atau modal pada kita. Pinjam duit pada orang lain untuk bisnis saya kira sah-sah saja. Bahkan sering saya menyarankan, walaupun punya duit sebaiknya jangan dipakai duit sendiri untuk bisnis.
Kalau kita punya duit atau modal, tapi kita tidak ahli di bidang bisnis yang akan kita jalankan, saya rasa kita bisa saja pakai jurus BOTOL. Singkatan apa pula ini? Berani, Optimis, Tenaga, Orang, Lain. Artinya selain kita tetap punya keberanian dan optimis, kita pun bisa memakai tenaga orang lain atau kita bisa mencari orang yang ahli di bidangnya sehingga bisnis kita bisa jalan. Pendeknya tak harus bisnis itu kita jalankan dengan tenaga sendiri. Kalau ide bisnis pun ternyata tidak punya, maka jurus BOBOL bisa kita lakukan. Singkatan Berani, Optimis, Bisnis, Orang, Lain. Jadi kita harus berani dan optimis dalam melalui bisnis dengan meniru bisnis orang lain.
Nah, kenapa kita merasa sulit dan tak berani memulai bisnis, padahal setiap saat kita memiliki keberanian masuk kamar mandi. Kita masuk kamar mandi tanpa banyak berpikir. Kalau lantas airnya kurang hangat atau terlalu dingin, kita juga bisa mengaturnya. Seperti halnya bisnis kalu bisnis yang kita jalankan kurang berkembang, kita bisa atur. Bisa kita perbaiki mana yang kurang. Dan kalapun kita tak punya modal, tak punya keahlian atau tak punya ide, maka bisa saja memanfaatkan punya orng lain. Tapi yang penting, bisnis kita tetap jalan. Justru kekurangan bisnis kita disana sini akan membuat kita dewasa dalam berbisnis. Jiwa entrepreneur kita pun akan semakin berkembang.
Oleh karena itu, bagi kita yang mau memulai bisnis tapi tak punya keahlian, atau mungkin juga tak punya ide bisnis, saya sarankan coba saja menerapkan jurus Bodol, Botol, dan Bobol. Anda berani mencoba?

Sumber : www.purdiechandra.net

15 November 2009

Agoes, dari Iseng Jadi Pengusaha Jamur

Agoes Poernomo, pendiri usaha jamur UD Payung Manfaat, tak pernah membayangkan bahwa ia bakal menjadi pengusaha jamur seperti sekarang. Semula, pria kelahiran Blitar ini hanya iseng mencoba membuat bibit jamur merang di sekeliling rumahnya. Apalagi, keluarganya penyuka masakan jamur. Ternyata, selain hasilnya bagus, jamurnya juga disukai tetangganya. Agoes pun mulai memperbanyak bibit jamur yang disemainya.
Namun, aktivitas yang dilakoninya sejak tahun 1976 itu hanya bertahan setahun. Sebab, informasi tentang jamur masih sangat terbatas. Ketika itu, bapak dua anak yang masih berstatus pegawai di Departemen Kesehatan di Blitar itu akhirnya kembali menekuni bisnis sampingannya yang lain, yaitu usaha bengkel motor, pembuatan mebel kayu, dan kerajinan batu.

Meski tidak lagi membuat bibit jamur, Agoes terus mengikuti perkembangan bisnis jamur di Blitar. Uniknya, setelah tak menyentuh bisnis jamur beberapa tahun, ternyata nasib membawanya kembali ke budidaya jamur.

Lantaran melihat besarnya peluang bisnis jamur di Blitar dan jumlah pemainnya yang masih sedikit, Agoes memutuskan untuk kembali menekuni budidaya jamur pada 1996. Tapi, ia fokus menggarap bisnis jamur kayu. “Pertimbangannya secara ekonomi, produksinya lebih gampang,” papar Agoes.

Kali ini, Agoes serius menekuni bisnis ini. Pria berumur 59 tahun ini membangun satu rumah kecil di Desa Sumberdiren sebagai pusat usahanya. Ia memajang nama Toko Jamur. Untuk semua ini, dia mengeluarkan modal sekitar Rp 6 juta.

Karena ingin lebih fokus di bisnis jamur, Agoes mengajukan pensiun dini di tempatnya bekerja pada tahun 2000. Selanjutnya, bersama putra pertamanya, Agoes makin serius menekuni bisnis jamur. Ia mengubah nama usahanya menjadi UD Payung Manfaat.

Bisnis Agoes mengalami masa keemasan dari tahun 1998 hingga 2000. Kala itu, dia bisa memproduksi jamur kering maupun jamur segar hingga 6 kuintal setiap bulan.

Agoes pun rajin memberikan penyuluhan tentang budidaya jamur kepada para petani. Bahkan, saat ini, di Blitar saja ia punya sekitar 300 petani plasma binaan. Omzet di tahun pertamanya yang hanya Rp 10 juta per bulan kini berkembang hingga lima kali lipat.

UD Payung Manfaat sudah bisa memproduksi bibit sendiri dan mengolah jamur menjadi berbagai jenis makanan. Dengan dua pabrik serta rumah jamur yang dimilikinya, aset usaha Agoes kini mencapai Rp 700 juta.

Belajar secara otodidak

Menariknya, Agoes mempelajari semuanya dengan otodidak. Ia tak segan melancong ke luar daerah untuk belajar lebih dalam tentang jamur dari petani jamur lain.

Namun, meski tidak mempunyai pengetahuan cukup, Agoes memiliki semangat tinggi untuk belajar. Pada masa awal usahanya, di 1996, anak keenam dari 11 bersaudara ini belajar budidaya jamur lewat berbagai literatur, termasuk buku panduan terbitan dinas pertanian dan kehutanan. “Dua tahun pertama memang berat, cari informasi ke mana-mana, juga cari bibit sampai ke luar daerah,” kenang pria 59 tahun ini.

Setelah merasa memiliki pengetahuan lumayan memadai, ia mulai menjalin kerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Universitas Airlangga Surabaya. Dengan kedua kampus itu, ia menggelar penelitian dan pengembangan budidaya jamur. Dari sini, ia belajar soal pemilihan media tanam.

Bersama putra pertamanya, Agung Hidayanto, Agoes juga beberapa kali melakukan studi banding ke petani jamur di wilayah Lembang, Bogor dan Yogyakarta. Tujuannya untuk mendalami budidaya jamur secara langsung.

Berbekal ilmu dari petani, dia belajar memodifikasi cara pembudidayaan mereka. Ternyata langkah-langkah itu membuahkan hasil. Bahkan, ia sukses membudidayakan jamur di wilayah Blitar, daerah dataran rendah yang sebenarnya kurang cocok untuk bertanam jamur.

Produktivitas dan kualitas tanaman jamurnya tak kalah dengan yang dihasilkan petani di dataran tinggi. Maka, dari sekedar budidaya, pada awal 1998, ia membuka toko untuk berjualan jamur.

Lini usaha Agoes kian bertambah. Kalau awalnya ia hanya memproduksi jamur kayu segar dan kering, sejak punya toko, dia mulai menjual bibit jamur dan media tanamnya. Pada tahun-tahun tersebut, dalam sebulan ia bisa menghasilkan 6 kuintal jamur segar, 4 kuintal jamur kering dan sekitar 3.000 media tanam yang sudah berbibit.

Pada 2000, Agoes melangkah lebih jauh lagi. Ia tak hanya mengolah jamur menjadi makanan seperti kripik jamur, kopi jamur, hingga kapsul jamur. Ia juga mengganti mereknya, dari semula Toko Jamur, menjadi merek Payung Manfaat. Ia memilih nama itu agar sesuai dengan visi usahanya yang ingin memberi perlindungan (payung) kepada masyarakat.

Di tahun yang sama, dia juga mendapatkan sertifikat dari Dinas Kesehatan untuk semua proses dan hasil produknya. Melihat berbagai kemajuan itu, Agoes makin jatuh hati pada jamur. Agar bisa lebih fokus mengembangkan Payung Manfaat, pria lulusan SMA ini pun mengajukan pensiun dini pada tahun 2000, enam tahun lebih cepat dari jadwal pensiunnya.

Sejak pensiun dini, Agoes kian optimistis terus mengembangkan usahanya. Dalam jangka pendek ini, dia ingin meningkatkan kapasitas produksinya. Selain itu, lelaki tamatan SMA ini terus melakukan inovasi, baik terkait bahan baku, proses pengolahan, hasil produksi, maupun pemasarannya.

Semua itu adalah bagian dari upayanya memujudkan impian besarnya. “Ekspansi ke seluruh Nusantara dengan pengembangan plasma adalah impian terbesar saya,” ujar kakek satu cucu ini.

Agoes yakin, pengembangan plasma di seluruh daerah Indonesia tidak terlalu susah. Sebab, sejak awal dia sudah melakukan pelatihan gratis kepada para petani jamur. Bukan hanya untuk petani di Blitar, Agoes juga memberikan pelatihan kepada para petani dari berbagai daerah lain. “Ini menjadi kebahagiaan tersendiri. Banyak orang bisa belajar dari pengalaman saya,” tuturnya.

Kerelaan Agoes berbagi ilmu inilah yang membuatnya sukses mengembangkan jaringan plasma selama ini. Saat ini dia sudah punya 300 petani plasma di Blitar. Dalam skema plasma ini, Agoes menyediakan bibit jamur dan menampung hasil panen. Jadi petani tinggal memelihara tanamannya saja.

Ke depan, Agoes berharap bisa merangkul ribuan orang yang pernah mendapat pelatihan darinya, khususnya yang berasal dari luar Jawa. Agoes akan memberi bimbingan dan konsultasi bagi mereka yang mau menjadi petani plasma. Da akan memanfaatkan teknologi agar konsultasi bisa kontinyu.

Seiring usianya yang kian bertambah, Agoes mundur perlahan dari kepadatan aktivitas bisnisnya. Sejak tahun 2000, meski masih memegang kendali bisnis, dia tak lagi turun tangan langsung memberi pelatihan.

Lalu sejak 2006, dia mendelegasikan kendali bisnis kepada putra sulungnya, Agung Hidayanto. Impian besarnya pun dia titipkan ke pundak Agung yang sejak awal ikut membesarkan Payung Manfaat. “Sekarang saya hanya turun tangan untuk pembibitan saja,” tuturnya.

Sebagai pegangan bagi penerus bisnisnya, Agoes mewariskan prinsip utama yang selalu dipegangnya selama ini. “Kunci sukses berbisnis adalah ketekunan, serta tidak pelit berbagi ilmu, karena itu sebuah bentuk ibadah,” ujar Agoes.

Dia juga berharap putranya bisa mengembangkan bisnis jamurnya dengan menerapkan teknologi tepat guna. “Dan jangan lupa menjadikan pengalaman sebagai guru terbaik,” ujar Agoes membagikan nasehatnya kepada putra tertuanya itu.
(Sumber : Kompas )

Berani Gagal

PERNYATAAN John. F. Kennedy ini saya yakini kebenarannya. Itu bukan sekedar retorika, tetapi memang sudah terbukti dalam perjalanan hidup saya. Gagal total itulah awal karier bisnis saya.

Pada akhir 1981, saya merasa tak puas dengan pola kuliah yang membosankan. Saya nekad meninggalkan kehidupan kampus. Saat itu saya berpikir, bahwa gagal meraih gelar sarjana bukan berarti gagal dalam mengejar cita-cita lain. Di tahun 1982, saya kemudian mulai merintis bisnis bimbingan tes Primagama, yang belakangan berubah menjadi Lembaga Bimbingan Belajar Primagama.

Bisnis tersebut saya jalankan dengan jatuh bangun. Dari awalnya yang sangat sepi peminat - hanya 2 orang - sampai akhirnya peminatnya membludak hingga Primagama dapat membuka cabang di ratusan kota, dan menjadi lembaga bimbingan belajar terbesar di Indonesia.

Dalam kehidupan sosial, memang kegagalan itu adalah sebuah kata yang tidak begitu enak untuk didengar. Kegagalan bukan sesuatu yang disukai, dan suatu kejadian yang setiap orang tidak menginginkannya. Kita tidak bisa memungkiri diri kita, yang nyata-nyata masih lebih suka melihat orang yang sukses dari pada melihat orang yang gagal, bahkan tidak menyukai orang yang gagal.

Maka, bila Anda seorang entrepreneur yang menemui kegagalan dalam usaha, maka jangan berharap orang akan memuji Anda. Jangan berharap pula orang di sekitar anda maupun relasi Anda akan memahami mengapa Anda gagal.

Jangan berharap Anda tidak disalahkan. Jangan berharap juga semua sahabat masih tetap berada di sekeliling Anda. Jangan berharap Anda akan mendapat dukungan moral dari teman yang lain. Jangan berharap pula ada orang yang akan meminjami uang sebagai bantuan sementara. Jangan berharap bank akan memberikan pinjaman selanjutnya.

Mengapa saya melukiskan gambaran yang begitu buruk bagi seorang entrepreneur yang gagal? Begitulah masyarakat kita, cenderung memuji yang sukses dan menang. Sebaliknya, menghujat yang kalah dan gagal. Kita sebaiknya mengubah budaya seperti itu, dan memberikan kesempatan kepada setiap orang pada peluang yang kedua.

Menurut pengalaman saya, apabila orang gagal, maka tidak ada gunanya murung dan memikirkan kegagalannya. Tetapi perlu mencari penyebabnya. Dan justru kita harus lebih tertantang lagi dengan usaha yang sedang kita jalani yang mengalami kegagalan itu. Saya sendiri lebih suka mempergunakan kegagalan atau pengalaman negatif itu untuk menemukan kekuatan-kekuatan baru agar bisa meraih kesuksesan kembali.

Sudah tentu, kasus kegagalan dalam bisnis maupun dunia kerja, saat krisis ekonomi kian merebak dan bertambah. Ribuan orang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kehilangan mata pencahariannya. Sungguh ironis, seperti halnya kita, suka atau tidak suka, setiap manusia pasti akan mengalami berbagai masalah, bahkan mungkin penderitaan.

Bagi seorang entrepreneur, sebaiknya jangan sampai terpuruk dengan kondisi dan suasana seperti itu. Kita harus berani menghadapi kegagalan, dan ambil saja hikmahnya (kejadian dibalik itu). Mungkin saja kegagalan itu datang untuk memuliakan hati kita, membersihkan pikiran kita dari keangkuhan dan kepicikan, memperluas wawasan kita, serta untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Tuhan. Untuk mengajarkan kita menjadi gagah, tatkala lemah. Menjadi berani ketika kita takut. Itu sebabnya mengapa saya juga sepakat dengan pendapat Richard Gere, aktor terkemuka Hollywood, yang mengatakan bahwa kegagalan itu penting bagi karier siapapun.

Mengapa demikian? Karena selama ini banyak orang membuat kesalahan sama, dengan menganggap kegagalan sebagai musuh kesuksesan. Justru sebaliknya, kita seharusnya menganggap kegagalan itu dapat mendatangkan hasil. Ingat, kita harus yakin akan menemukan kesuksesan di penghujung kegagalan.

Ada beberapa sebab dari kegagalan itu sendiri. Pertama, kita ini sering menilai kemampuan diri kita terlalu rendah. Kedua, setiap bertindak, kita sering terpengaruh oleh mitos yang muncul di masyarakat sekitar kita. Ketiga, biasanya kita terlalu "melankolis" dan suka memvonis diri terlebih dahulu, bahwa kita ini dilahirkan dengan nasib buruk. Keempat, kita cenderung masih memiliki sikap, tidak mau atau tidak mau tahu dari mana kita harus memulai kembali suatu usaha.

Dengan mengetahui sebab kegagalan itu, tentunya akan membuat kita yakin untuk bisa mengatasinya. Bila kita mengalami sembilan dari sepuluh hal yang kita lakukan menemui kegagalan, maka sebaiknya kia bekerja sepuluh kali lebih giat. Dengan memiliki sikap dan pemikiran semacam itu, maka akan tetap menjadikan kita sebagai sosok entrepreneur yang selalu optimis akan masa depan. Maka, sebaiknya janganlah kita suka mengukur seorang entrepreneur dengan menghitung berapa kali dia jatuh. Tapi ukurlah, berapa kali ia bangkit kembali.

Purdi E Chandra


Sang Resiko

Seringkali saya ditanya… pak bisnis apa yang bagus saat ini… yang resikonya kecil untungnya besar. Hmm… pertanyaan otak kiri, tidak mau ketemu mahluk yang namanya RESIKO. Pertanyaan lucu buat saya, kenapa? Karena tanpa Anda sadari sesungguhnya Anda hidup dikelilingi oleh sang Resiko, setiap hari, setiap saat. Masa sih…?
Coba perhatikan… dari rumah pergi kekantor naik mobil, resikonya kecelakaan, masuk rumah sakit bahkan mati. Naik pesawat terbang, enteng aja Anda naiknya… padahal resikonya jatuh trus mati. Yang resikonya mati saja Anda berani, sekarang buka bisnis yang resikonya cuma kehilangan uang bukan nyawa koq Anda tidak berani, kan lucu… lebih lucu lagi bahkan sama bisnis yang tidak ada resikonya-pun Anda masih tidak berani…
Seorang teman ditawari kelola kios untuk dagang, gratis, plus barang dagangannya disupply… tinggal dagang aja masih nggak berani… takut nggak laku katanya… Padahal kalau nggak lakupun sebetulnya bukan resiko-nya dia…
Tahun 2001 adalah tahun kebimbangan saya saat itu, kenapa? saya sedang dalam posisi bingung mempertimbangkan apakah saya harus tetap kerja melanjutkan karir atau berhenti dan memulai karir sebagai pengusaha. Ditengah kebimbangan tersebut, suatu hari saat saya sedang melamun selesai makan siang, tiba-tiba saya ketemu seorang sahabat lama. Setelah berbincang-bincang sekedarnya dia bertanya pada saya. “Kenapa kamu? kelihatannya seperti orang bingung…”, tanya dia. Saya jawab apa adanya, saya bilang saya sedang di persimpangan untuk memutuskan berhenti kerja atau tidak.

“Saya mau tanya sama kamu, kalau kamu terus kerja, apakah ada kemungkinan kamu sukses berkarir?”, tanya dia.
“Pasti ada..”, jawab saya.
“Kemungkinan kamu dipecat kena PHK atau perusahaan tempat mu bekerja bangkrut?”, lanjut teman saya.
“Ada juga kemungkinan itu”, jawab saya.
“Nah, kalau kamu jadi pengusaha, mungkinkah kamu jadi pengusaha sukses?”, tanya temen saya lagi.
“Oh..saya yakin bisa…”, jawab saya optimis.
“Kalau bangkrut?”, tanya dia.
“Ya ada sih…tapi saya yakin bisa…”, jawab saya agak heran.
“Nah…kenapa musti pusing mikirin mana yang paling baik…nggak ada bedanya koq…”
Anda berani naik pesawat, bahkan tidak cuma sekali…walaupun Anda tahu resikonya mati karena Anda yakin resiko itu sudah bisa dikendalikan atau diminimalkan. Tapi walaupun begitu bukan berarti tidak ada resiko kan? Karena yakin sudah diminimalkan, kalau pinjem istilah Aa Gym “menyempurnakan ikhtiar” misalnya pasang safety belt, tidak ngebut… dsb Anda menjadi yakin dengan apa yang anda lakukan walaupun resikonya nyawa sendiri. Sisanya kita tinggal berdoa… diberi keselamatan…nah kalau itu sudah urusan yang di Atas.
Saya pikir dalam menghadapi bisnis juga sikap kita harus sama, apalagi kalau di bisnis resiko yang ditakutkan kebanyakan hanyalah masalah uang.
Kalau Anda amati contoh “naik pesawat” di atas, yang membuat kita berani ambil resiko adalah keyakinan kita yang kuat. Nah di bisnispun sama… dengan memupuk keyakinan yang kuat, maka resiko itu akan menjadi tidak terlihat…
Seorang mentor bisnis terkenal pernah mengatakan: Bisnis itu 80% keyakinan 20% strategi… Saya sependapat dengan itu. Jadi, jangan cari bisnis apa yang bagus, tapi bagaimana membuat bisnis kita menjadi bagus.
Lalu, bagaimana meminimalkan Resiko Rugi? Jangan lupa Zakat dan Sedekah…. Nah, bagaimana dengan Anda…?

Original Posted by Broer in Motivasi (www.semuasaudara.com)

Gagal Itu Harus…

Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan oleh orang untuk tidak memulai bisnis sendiri adalah takut-takut gagal. Ini saya kira paradigma yang kurang tepat, karena kegagalan adalah sesuatu untuk dipeluk dan dirayakan. Kegagalan adalah salah satu komponen jungkir balik paling penting dalam memulai bisnis sendiri dan menjadi kaya: Gagal dulu, jadi gagal itu harus….
Ada banyak sekali pembenaran untuk sudut pandang yang mengejutkan ini. Jude Wanniski, seorang ekonom politsi, menulis, “Semua keberhasilan adalah buah kegagalan. Perlu berkali-kali usaha untuk berhasil sebelum keberhasilan di raih. Bayangkan saja, berapa kali seorang anak gagal berusaha makan dengan sendok sebelum berhasil, apalagi dengan pisau dan garpu. Sukses, yang pasti, lebih baik dibanding gagal, tapi sukses pun tak akan mungkin ada tanpa gagal.”


Majalah Business Week mengangkat tema ini daam satu artikelnya belum lama ini, “Bagamana Kegagalan Melahirkan Keberhasilan”. “Setiap orang takut gagal,” tulis majalah tersebut. “Akan tetapi, terobosan juga lahir dari kegagalan. Perusahaan-perusahaan terbaik merangkul kegagalan dan belajar dari sana”. Memang semua perusahaan terkemuka pasti pernah gagal, tapi contoh terbaik merayakan kegagalan datang dari pesta yang digelar oleh Intuit, Inc. “Intuit baru saja serayakan sebuah kampanye pemasaran berani, yang gagal,” tulis BusinessWeek. “Perusahaan ini belum pernah menyasar wajib pajak, dan di tahun 2005 berusaha merangkul mereka lewat sebuah usaha yang gagal untuk menggabungkan kampanye menjadi wajib pajak dengan gaya hip-hop. Lewat situs Web bernama www.RockYourRefund.com, Intuit menawarkan diskon kepada kalangan muda untuk menelusuri situs Expedia Inc. Dan pengecer Best Buy serta fasilitas mentransfer pengembalian pajak langsung ke kartu Visa prabayar yang diterbitkan oleh raja hip-hop Russell Simons. “Proyek tersebut gagal total. Apa yang dilakukan ketua Intuit terhadap tim yang gagal tersebut? Menurut artikel tadi, “Didepan sekitar 200 orang pemasar Intuit, tim tersebut menerima penghargaan dari ketua Intuit Scott Cook. ”Sang ketua menyadari bahwa untuk sukses, Anda harus gagal sesekali, dan pertanyaan yang harus diajukan, adalah, apa yang dapat saya lanjutkan agar lebih baik?
Ingat!
Hanya kegagalan yang menjadi keberhasilan. Kegagalan bukan suatu pilihan-melainkan bagian dari proses anda berhasil.

Berani gagal bukan hanya ditunjukan oleh perusahaan-perusahaan terbesar di Amerika. Kegagalan juga bagian tak terpisahkan dari kesusesan berwirausaha. Debbi Fields, pendiri Mrs. Fields Cookies, mengatakan, “Yang penting adalah tidak takut mengambil resiko. Ingat, kegagalan terbesar adalah tidak mencoba.”
Akan tetapi, masih ada elemen kegagalan yang lebih penting dibanding kegagalan itu sendiri, yakni, mundur dan tak pernah mencoba lagi…. Jadi, anda gagal pada usaha terakhir untuk lolos sebuah tes, mengurangi berat badan, mendapat pasangan kencan, melalui sebuah usaha-lalu apa? Fatal jika anda tidak mau lagi berusaha.
“Kegagalan tidak dihitung,” kata motifator Frank Burford. “Jika menerimanya, anda akan berhasil. Yang menyebabkan sebagian besar orang gagal adalah setelah sebuah kegagalan, mereka berhenti berusaha”. Jadi, jika anda pernah memulai sebuah usaha dan gagal, bagus! Anda mendapatkan pelajaran berharga dan sekarang menjadi salah seorang anggota sebuah klub bergengsi, bersama semua orang sukses lainnya…

Posted by Broer in Motivasi (www.semuasaudara.com)

14 November 2009

Dimulai, Bukan Dihitung…

Seorang mentor saya pebisnis yg cukup handal pernah mengatakan: “Bisnis itu harus dimulai bukan dihitung, kalau dihitung terus pasti nggak mulai-mulai. Tapi kalau dimulai pasti dihitung…nggak mungkin ada bisnis yang sudah dimulai nggak dihitung untung apa rugi….”
Bukan tidak boleh menghitung-hitung pada saat mau mulai bisnis…tapi jangan malah ahirnya kita terjebak oleh ketakutan akan hitungan-hitungan yang kita buat sendiri. Sebab ada satu hal yang tidak bisa dihitung dan tidak ada ilmunya…yakni POTENSI…. ya, potensi tidak bisa dihitung…hanya bisa dirasakan ketika kita sudah memulainya.
Banyak sekali referensi yang mendukung pernyataan mentor saya tersebut…salah satunya dari Jack Canfield seorang penulis terkenal dalam bukunya The Sucsess Principles mengatakan bahwa semua orang sukses yang ia temui mempunyai satu karakteristik yang sama, yakni: Banyak Bertindak Sedikit Berhitung...

Seorang teman saya, akuntan manager salah satu perusahaan besar, didatangi keponakannya untuk dimintai pendapat tentang bisnis Fotocopy yang akan ia buka. Keponakannya ini bercerita, ia akan menyewa tempat, kredit mesin fotocopy membeli peralatan pendukung lainnya dan sebagainya untuk memulai bisnis jasa fotocopy. Targetnya minimal dalam satu hari bisa menghasilkan omset satu rim kertas…
Keponakannya ini datang untuk minta tolong dihitungkan untung ruginya bisnis fotocopy yg akan ia buka karena menganggap pamannya ini ahli dalam hitung-hitungan keuangan.
Tentunya karena dia seorang ahli keuangan, dengan cepat dan mudah ia bisa mendapatkan hasilnya. “Usaha ini tidak layak kamu jalankan…”, kata teman saya setelah selesai menghitung… lalu katanya, “Karena BEP atau balik modalnya sangat lama…belum lagi PENYUSUTAN mesin fotocopy cepat sekali, tidak mungkin bisnis ini akan untung, belum lagi omset satu rim itu terlalu optimis , sudahlah cari bisnis yang lain aja…”. Demikian nasihat ahli keuangan kita ini.
Kemudian keponakannya ini pulang, mungkin karena keponakannya ini bodoh atau sangat-sangat yakin dengan bisninya ini atau bahkan mungkin karena kepepet…ia tetap mulai untuk menjalankan bisnis fotocopy-nya.
Sepuluh bulan kemudian…teman saya ini secara tak sengaja mampir kesebuah tempat fotocopy untuk memfotocopy dokumennya, alangkah kagetnya ia ketika tahu yang memiliki bisnis fotocopy ini adalah keponakannya yang 10 bulan yang lalu berkonsultasi padanya.
Teman saya bertanya, “Ini benar bisnis kamu yang waktu itu kita hitung sama-sama?”. “Betul om…”, jawab keponakannya. Lalu mereka berdiskusi panjang lebar. Dan yang membuat ia semakin kaget…ternyata keponakannya ini baru saja nambah 2 (dua) mesin fotocopy baru untuk memperbesar bisnisnya.
Sepanjang perjalanan pulang teman saya ini berfikir keras…apa yang salah dengan ilmu saya…apa bedanya dengan menghitung proyek-proyek besar dikantor saya? Dan ia teringat dengan salah seorang temannya di kantor…beberapa bulan yang lalu pernah bercerita padanya mau beli angkot. Waktu temannya cerita…ia hanya mencibir saja…karena menurut hitung-hitungan dia…punya angkot nggak layak secara bisnis. Penasaran sama temennya yang beli angkot itu…esok harinya ia datangi teman kantornya dan bertanya tentang angkotnya. Dan ia kaget ternyata temannya ini jadi menjalankan bisnis angkotnya…bahkan saat ini persetujuan kredit untuk beli angkot yang kedua sudah disetujui tinggal cair…
Dia bingung, koq bisa ya… Padahal tidak usah bingung… ada yang tidak bisa dihitung, yakni POTENSI. Yang kedua, dalam hitungan seringkali kita membesar-besarkan biaya, contoh mesin fotocopy disusutkan 2 tahun, padahal, banyak tuh pebisnis fotocopy yang mesinnya sudah berumur lebih dari 5 tahun tapi masih produktif…. Yang ketiga, apa yang kita inginkan seringkali tidak terjadi dengan cara-cara seperti yang kita fikirkan…. Tidak ada yang PASTI didunia ini…yang PASTI cuma satu…kita PASTI mati, itupun nggak jelas kapan waktunya… jadi kenapa mesti terlalu jelimet ngitung kalau semuanya memang belum pasti… TAKE ACTION MAKE IT HAPPEN…itu kata sahabat saya Jaya Setiabudi…

Original Posted by Broer in www.semuasaudara.com

02 November 2009

Atim Ekspor Ijuk Sampai Taiwan

Produsen sapu ijuk mungkin bukan profesi yang mentereng. Namun, dengan jaringan pemasaran yang bagus dan kejelian melihat peluang, Atim Hanafizi berhasil mengekspor sapu ijuk buatan Sukabumi ke Taiwan. Tetapi, Atim juga mesti menempuh perjalanan panjang sebelum sukses menjadi pengusaha seperti sekarang.
Usai lulus dari sekolah menengah ekonomi atas (SMEA) pada 1991, Atim sempat bekerja sebentar di Padang. Merasa kurang mendapat tantangan, ia memilih merantau ke Jakarta demi meraih penghasilan yang lebih baik.
Ternyata, keberuntungan belum berpihak pada pria kelahiran 38 tahun silam itu. Pelbagai pekerjaan sudah dia jajal, contohnya menjadi salesman dan penjaga toko.

Bosan berganti-ganti pekerjaan, pada 1993 kakaknya yang telah menjadi manajer di sebuah perusahaan ekspor impor menarik Atim ke perusahaannya. Rupanya, sang kakak dipercaya mengurus bisnis seorang pengusaha Taiwan. “Maklum, kalau orang dari luar negeri biasanya agak susah mengurus surat pendirian perusahaan,” ujar dia.
Dari sinilah Atim mulai mengenal bisnis. Perusahaan ekspor impor bernama PT Alsamindo Patamo itu mencoba mencari barang pasokan untuk pasar Taiwan. “Kami juga mengimpor barang dari Taiwan, misalnya magic jar, kipas angin, dan beberapa barang elektronik,” kata dia.
Sebelum mendapat permintaan sapu ijuk, Atim mengekspor arang, talenan dari kayu hitam, dan beberapa jenis barang lainnya. Tahun 1996, Alsamindo mendapat permintaan mengekspor sapu ijuk ke Taiwan. Tentu saja Atim harus melakukan survei terlebih dulu ke sejumlah daerah untuk mendapatkan produk yang bagus sekaligus menghitung biaya.
Ada tiga daerah yang dia jajaki, yaitu Cianjur, Tasik, dan Sukabumi. Tapi, pilihan Atim akhirnya tertambat di Sukabumi. Menurut dia, Sukabumi memiliki beberapa kelebihan ketimbang Cianjur dan Tasik. Pertama, letaknya cukup dekat dengan Jakarta. Kedua, pasokan bahan bakunya banyak. Ketiga, Atim merasa sudah cocok dengan perajin sapu ijuk di Sukabumi.
Atim memang memproduksi sendiri sapu ijuk tersebut. Na-mun, ia tidak turun langsung. Ada orang kepercayaan yang ia pekerjakan untuk mengawasi proses produksinya.
Sebagai pendatang baru, Atim memang kerap dikecewakan oleh mitra kerjanya. Maka, dia terbilang sangat hati-hati memilih mitra kerja.
Ada saja permasalahan yang ia hadapi. Mulai dari pesanan yang tidak bisa selesai tepat waktu sampai bentuk sapu yang tidak sesuai dengan pesanan. Untungnya, sapu ijuk yang sudah diekspor itu tidak dikirim balik oleh importirnya. “Kalau tak bagus, mereka mengurangi harga,” ujar dia.
Kemudian, ia bertemu dengan Apip, mitra kerja yang saat ini menjadi pengawas atau mandor para pekerja Atim. Tadinya, Apip hanya seorang buruh pembuat sapu. Namun, Atim melihat pekerjaan Apip rapi dan ia bisa dipercaya. Mulailah, ia melatih Apip mengelola bisnis pembuatan sapu ijuk tersebut.
Produksi sapu ijuk Atim termasuk usaha padat karya. Se-mua proses produksi hampir tidak menggunakan mesin. Apa-lagi dia tidak menggaji pekerja khusus untuk membuat sapu ijuk.
Rata-rata pekerjanya adalah ibu rumah tangga atau pemuda putus sekolah. Mereka pun hanya bekerja setengah hari.
Pertama kali memproduksi sapu ijuk, modal Atim hanya Rp 1,7 juta. Dana sekecil itu dia pakai untuk membeli bahan baku dan membayar 3 pekerja. Saat ini Atim mempekerjakan 35 orang pembuat sapu ijuk.
Bisnis sapu ijuk ini juga menghadapi banyak kendala lain. Misalnya, produksi sapu ijuk yang sangat tergantung jumlah pekerja dan faktor cuaca. “Di Sukabumi, kalau musim tanam, orang lebih memilih bekerja di ladang sehingga mereka hanya bekerja setengah hari di pabrik,” keluh Atim.
Jika musim hujan datang, produksi sapu ijuk pun bisa ber-kurang banyak. Sebab, ijuk yang menjadi bahan baku pembuatan sapu ijuk tidak mendapat sinar matahari untuk membuatnya kering.
Padahal, permintaan sapu dari Taiwan banyak. Bahkan, Taiwan bisa menampung berapa pun jumlah sapu ijuk yang ia kirimkan. Hanya, kemampuan produksi Atim masih terbatas.
Awalnya, Atim hanya mampu mengirim sapu sebanyak 2.000-5.000 buah per bulan. Secara bertahap, produksi sapu ijuk Atim terus bertambah hingga bisa mencapai satu kontainer atau sekitar 30.000 batang sapu ijuk per bulan.
Sebatang sapu ijuk dia jual seharga 0,4 dollar AS hingga 1 dollar AS. Semakin baik kualitas sapu ijuknya, harga yang dia pasang juga semakin mahal. Dus, sekali kirim ke luar negeri, omzet Atim bisa mencapai antara Rp 125 juta - Rp 150 juta.
Pendapatan Atim dari sapu ijuk bisa bertambah kalau nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS. “Kalau sampai “Rp 12.000 per dollar AS, satu kali kirim keuntungannya bisa beli satu mobil,” celetuk Atim tanpa menyebutkan detailnya.
Agar tetap bisa mengantungi keuntungan, ia menghitung nilai tukar dolar AS paling rendah “Rp 9.000 per dollar AS. Jadi, Atim bisa mendapatkan laba bersih sebesar 10 persen-15 persen dari omzet.
Meski sudah mempunyai pasar yang cukup besar, Atim tidak lantas berdiam diri. Dia mengincar pasar di luar Taiwan. “Saya ingin masuk ke pasar Australia, Amerika Serikat, atau Eropa,” ungkap dia.
Selama ini kebutuhan modal kerja Atim cukup terpenuhi berkat hubungan baiknya dengan pengusaha Taiwan. Na-mun, untuk mewujudkan mimpinya mendobrak pasar negara lain, ia butuh tambahan modal kerja. Ia pun lantas mengikuti program kemitraan dari PT Perusahaan Nasional Madani (PNM).
Pucuk dicita ulam pun tiba. Ia mendapatkan kucuran dana segar dari PNM sebesar Rp 50 juta. Dana itu akan dia gunakan untuk membeli mesin pembuat plastik pangkalan ijuk. Jadi, dia tidak perlu lagi membeli plastik tersebut dari pemasok di Jakarta. Biaya produksi pun bisa dia hemat.

Sumber : Kompas.Com