23 April 2010

Sofian Tjandera Menemukan Jalan di Jalur Pendidikan

Memiliki pabrik garmen dengan ratusan mesin dan ribuan karyawan bukan jaminan bagi Sofian Tjandera untuk meraih sukses. Usahanya bangkrut dan modalnya habis terkuras. Sofian mampu bangkit kembali setelah menekuni bisnis di bidang pendidikan yakni I-Tutor dan I-Solution. (Russanti Lubis)

Kesuksesan adalah kegagalan yang tertunda. Bagi sebagian orang, ungkapan itu tak lebih daripada kalimat pelipur lara. Tapi, bagi sebagian yang lain, salah satunya Sofian Tjandera, ungkapan itu justru dianggap sebagai pemicu sekaligus pendorong, untuk meraih sukses yang saat itu belum mampu digenggamnya.



Sofian, demikian ia biasa disapa, memulai karirnya sebagai karyawan di bagian akunting Columbia Cash Credit, Jakarta, sekitar tahun 1986. Begitu jam kantor berakhir, statusnya berubah menjadi mahasiswa ekonomi manajemen di Universitas Kristen Indonesia, Jakarta. Tapi, ia justru mengundurkan diri ketika gelar sarjana dan posisi sebagai manajer berhasil diraih. Selanjutnya, ia berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, yang mayoritas bergerak di bidang saham.


“Saat saya bekerja di perusahaan sekuritas, saya juga merintis berbagai macam bisnis. Terhitung 20 jenis bisnis pernah saya jalani mulai dari membuat dan menjual susu beraroma buah, menjual barang-barang berlistrik, hingga membangun garmen,” tutur Executive Chairman Yayasan Anak Bangsa Indonesia ini.

Kala itu, ia melanjutkan, saham sedang booming. Sehingga, secara finansial uangnya sangat banyak hingga mampu membangun bisnis garmen. Bukan cuma itu, ia juga mampu membeli rumah toko (ruko) pada tahun 1992-an di kawasan Duri Kosambi, Jakarta Barat, yang kini ditempatinya. Di samping itu, ia juga mampu membeli enam ruko lain, membangun pabrik garmen di atas lahan seluas 2.000 m², membeli ratusan mesin, serta merekrut dan menggaji ribuan karyawan.

“Karena saya tidak terjun langsung dan tidak paham seluk beluk dunia garmen, pengelolaan bisnis itu saya serahkan kepada mantan teman SMA, yang datang kepada saya untuk meminta bantuan. Tapi, saya ditipunya. Barang-barang saya yang berkualitas ekspor tidak dapat diekspor. Selain itu, setiap kali perusahaan saya mendapat order, ternyata order itu dialihkan ke saudaranya. Imbasnya, secara finansial, saya habis-habisan,” kata kelahiran Pontianak, 43 tahun lalu ini.

Sementara, dampak psikologis yang dialaminya dari masalah tersebut di atas yaitu setengah gila tapi cukup tiga hari saja. “Setelah itu, garmen saya tutup dan saya tinggalkan. Kebetulan, saat berbisnis garmen, saya bertemu dengan ‘orang pintar’ yang mengatakan bahwa saya lebih cocok bergerak di bidang sosial,” kata Sofian, yang juga meluangkan waktu untuk mengambil gelar sarjana S-2 di IPWI (Institut Pengembangan Wiraswasta Indonesia), Jakarta. Lantas, ia menjalin kerja sama dengan anak-anak jalanan. Konsepnya, produk apa pun yang mereka hasilkan, ia yang menjualnya.

Di sisi lain, ketika masih bekerja di sekuritas, ia ber-partner dengan seseorang yang memiliki hubungan dengan I-Tutor. “Dia meminta saya ‘memegang’ I-Tutor. Itulah awal pertemuan saya dengan I-Tutor,” ucap Ph.D dalam tiga bidang ilmu yaitu finansial, psikologi industri, dan administrasi, yang ditimbanya dari salah satu perguruan tinggi di Filipina.

I-Tutor merupakan merek dagang yang bergerak di bidang pendidikan. Materi I-Tutor disusun berlandaskan silabus Menteri Pendidikan Singapura. Sistem pengajarannya disampaikan melalui multimedia. I-Tutor yang telah di-endorsed di negara-negara ASEAN plus Cina ini, dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan siswa dalam kemampuan berbahasa Inggris, matematika dalam Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, sains, dan pengetahuan teknologi informasi. Selanjutnya, kurikulum ini oleh Sofian dipadupadankan dengan kurikulum yang berlaku di Indonesia.

Di samping I-Tutor yang franchise-nya diambil dari Singapura sekitar 10 tahun lalu, atas permintaan konsumen, Sofian juga menciptakan I-Solution sekitar tiga tahun silam. I-Solution merupakan bimbingan belajar yang berstandar pada kurikulum nasional, yang dikombinasikan dengan animasi. Metodologi baru dalam dunia pendidikan yang diciptakannya ini, dinamakan revolusi metodologi pembelajaran.
“Saya mengambil franchise I-Tutor, karena animasinya bagus, menarik, dan dapat diterima akal. Tapi, animasi hanya akan tinggal animasi, setiap orang mampu membuatnya. Agar berbeda, saya mengkombinasikannya dengan revolusi metodologi pembelajaran yang saya ciptakan. Jadi, revolusi metodologi pembelajaran itulah yang saya jual,” kata master franchise I-Tutor untuk seluruh dunia ini.

Pada awalnya, I-Tutor bisa dibeli hanya dengan memberikan franchise fee sebesar Rp7,5 juta yang berlaku seumur hidup. Sedangkan pungutan royalty fee juga tergolong ringan karena baru diberlakukan empat bulan kemudian yang didasarkan pada jumlah murid. Jumlahnya antara Rp750 ribu hingga Rp2 juta dari penghasilan kotor per bulan.

Franchise fee yang awalnya hanya sebesar Rp7,5 juta terus mengalami peningkatan hingga mencapai angka Rp100 juta, sebagaimana yang kini ditawarkan. Perbedaannya, Sofian coba menawarkan konsep kerjasama yang berbeda. Seperti dijelaskan, jika salah seorang franchisee bisa membawa tiga orang yang kemudian menjadi franchisee berikutnya maka ia akan memberi orang tersebut sebuah outlet secara gratis.

Konsep berikutnya, menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah. Untuk tiap sekolah Sofian akan memberi komisi sebesar 40%. ”Setiap sekolah yang menjalin kerjasama dengan saya akan mengeluarkan biaya Rp3 juta. Maka orang yang menghubungkan saya dengan sekolah tersebut akan memperoleh Rp1,2 seumur hidup,” tambahnya. Selaian itu, ia juga menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah (Pemda), dimana satu proyek Pemda mencakup 20 sekolah. Kini, baik I-Tutor maupun I-Solutin telah memiliki hampir 750 cabang, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sementara targetnya dalam lima tahun ke depan, minimum 10.000 cabang.

Sofian juga menciptakan website yang diberinya nama ILMCI (www.ilmci.com). Situs yang sekaligus menjadi payung bagi I-Tutor dan I-Solution ini tidak kalah dengan yahoo atau google. “Website ini merupakan mimpi besar saya. Karena, kalau nanti bisa menjadi seperti yahoo atau google, maka saya akan menjadi orang terkaya di Indonesia. Mengingat, nilai yahoo itu Rp500 trilyun!” ungkapnya.

Namun, untuk mencapai kesuksesan seperti saat ini, Sofian juga tidak mendapatkannya semudah membalik telapak tangan. I-Tutor yang muncul tahun 2000, pada awalnya juga gagal dikelola karena perbedaan konsep. Akhirnya, I-Tutor pun dikembalikan ke franchisor. Konsep franchisor tersebut juga gagal diterapkan di negara-negara ASEAN lain. Empat tahun lalu, franchisor mengembalikan lagi I-Tutor ke Sofian, dengan menggunakan konsep yang Sofian ciptakan.

“Tapi, sampai sejauh ini saya tidak pernah berpikir mengapa saat itu saya gagal. Karena, saya tidak pernah merasa gagal. Thomas Alva Edison yang mengalami 10.000 kali gagal saja, tidak pernah merasa dirinya gagal. Mengapa saya yang cuma 20 kali gagal sudah merasa gagal? Yang jelas, ketika Anda terjatuh, segeralah bangkit dan jangan pernah menengok ke belakang. Jangan jadikan kegagalan yang pernah dialami sebagai indikasi akan gagal lagi. Bukalah pintu rezeki selebar mungkin. Yakinlah suatu saat rezeki itu akan datang. Dan, ketika kesuksesan sudah berada dalam genggaman, jangan terlena,” pungkas Sofian, yang kini memegang langsung kendali atas I-Tutor dan I-Solution. (sumber: majalah pengusaha)

Baca Juga :
- Strategi Harga Dalam Marketing
- Anda Harus Berhenti Berdalih
- Berani Gagal




Tidak ada komentar:

Posting Komentar